Sabtu, 17 Desember 2016

Cerewet.

Ini entah kebetulan atau memang sudah hukum alam. Apakah orang jatuh cinta memang selalu begini? Sejak menaruh hati padamu aku lebih sering cerewet. Aku menjadi orang yang tak bisa diam. Aku tak bisa diam menutupi hatiku, bahwa kamu memang selalu mengusik dalam kepalaku. Bahwa kamu selalu saja menggetarkan sebentuk daging didadaku.

Orang-orang menyebut getar itu adalah rindu. Tapi aku tak tahu apa nama pastinya. Yang aku tahu, saat jauh begini, rasanya lumayan menyiksa. Aku bahkan lebih cerewet dari biasanya. Di jejaring sosial miliku, misalnya. Semuanya kutulis tentangmu. Tentang hatiku yang selalu saja inginkan kamu. Jika saja bisa, aku ingin menjadi Jin. Yang bisa dengan memejamkan mata, seketika berada di sampingmu.

Ah, pasti akan bahagia. Dan aku tahu, salah satu cara untuk menghilangkan sikapku yang kini lebih cerewet adalah dengan menatap matamu.

Saat berada di sampingmu, aku seolah kehabisan kata. Meski, aku selalu berusaha terlihat biasa. Tak ingin berlebihan. Tapi tetap saja, ada beberapa gerakan tubuhku yang mengatakan aku bahagia berada di sampingmu. Mungkin itu yang dikatakan dengan bahasa cinta. Tanpa perlu bicara, tapi kau selalu menunjukan apa yang terasa. Dengan bahasa tubuhmu. –yang lebih cerewet dari biasanya.

Mungkin benar. Saat jatuh cinta orang-orang akan lebih cerewet kepada pasangannya. Banyak ini-itu yang acapkali terucap. Aku pun merasa begitu. Aku lebih cerewet dari biasanya saat jatuh cinta kepadamu. Meski hanya di jejaring sosial milikku. Ya, mungkin karena aku hanya jatuh cinta diam-diam kepadamu

-- C.Rahman (@caulrahmann)
JVQLN

Minggu, 11 Desember 2016

Bukan Tidak Butuh Pasangan.

Bukan tidak butuh pasangan. Hanya saja sedang senang menikmati kesendirian. Siapa sih di dunia ini yang tidak butuh teman berbagi. Hanya saja tidak semudah itu menemukan orang yang diinginkan. Tidak semudah itu mendapatkan seseorang yang sesuai dengan apa yang dicari. Harus diingat punya pasangan bukan sekedar karena  takut dibilang sendirian. Lebih dari itu, punya pasangan adalah menemukan orang yang bisa mengimbangi. Kalau ngobrol terasa lebih nyaman. Kalau punya masalah bisa menjadi teman diskusi. Atau pun bisa melakukan hal-hal sesuai kesepakatan.

Untuk menemukan orang seperti itu kan tidak mudah. Bukan mencari yang sempurna. Karena memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Hanya mencari yang bisa saling mengimbangi. Sebab sudah tidak mau lagi memiliki pasangan hanya pasangan berdebat hal tak penting. Pasangan yang saling bersikeras ego. Sudah saatnya memikirkan pasangan dewasa. Memiliki pasangan yang sudah memikirkan masa depan. Bukan hanya menikmati apa yang ada di depan mata.

Karena itu aku tidak mau terburu-buru perihal ini. Sebab apa pun yang dijalani dengan terburu-terburu. Tidak punya pertimbangan yang matang. Seringkali menghasilkan hal yang kurang menyenangkan. Bukan takut patah hati. Hanya saja memang sudah saatnya memikirkan hal yang lebih serius. Kalau pun nanti akan patah hati juga saat punya pasangan yang dicari ditemukan. Mungkin memang sudah takdirnya begitu. Yang terpenting, saat ini aku hanya ingin menikmati kesendirian ini.

Aku masih ingin membahagiakan diri sendiri dulu. Memanjakan diri sendiri dulu. Melakukan hal-hal yang membuat diriku bahagia. Mengerjakan hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas diri. Bukan sibuk bekerja untuk mengalihkan perhatian. Tidak sama sekali. Hanya memang sudah seharusnya saat ingin meningkatkan kualitas diri. Kita memang harus bekerja lebih keras. Sebab, nanti saat punya pasangan. Aku harus menjamin diriku sudah bisa bahagia sendiri. Agar bisa membahagiakan pasanganku. Kalau untuk membahagiakan diri sendiri saja belum bisa. Mana mungkin aku bisa membahagiakan pasanganku.


-- C.Rahman (@caulrahmann)
JVQLN

Sabtu, 10 Mei 2014

Apa yang orang-orang sebut.

Entah bagaimana caranya, yang aku ingat tanpa sengaja mataku menatap matamu sore itu. Semalaman aku berpikir apa aku jatuh cinta kepadamu. Apa semudah itu hati dijatuhi. Satu pandangan saja dan dadaku berdetak tak tertata. Dua hari kemudian kita bertemu lagi, tapi aku sengaja diam. Bukan karena tidak merasa rindu. Jika saja bisa ingin kupeluk dan ku kecup mesra keningmu saat bertemu. Namun kita belum apa-apa. Kita bahkan tak begitu banyak tegur sapa.
 
Mungkin benar begini; apa yang terasa di hati adalah hal-hal yang ditatap mata, dan ia merekamnya hingga terserap di dada. Lalu orang-orang menyebutnya cinta. Hal yang sama seperti yang kita rasa.
 
Tak bermaksud terlalu cepat menyimpulkan. Namun keyakinan seolah sudah terkumpulkan. Yang datang ini dia yang orang sebut cinta. Yang merekat ini sesuatu yang mereka sebut rindu. Di dadaku kini ia tumbuh merimbun dan semakin menimbun embun-embun yang mendinginkan. Berserta doa-doa yang menginginkan. Dan aku mulai percaya, bahwa kau yang hadir bukan rasa yang sia-sia. Biarlah ku jaga bersama malam-malam yang sunyi, juga dalam siang-siang bernyanyi.
 
Tak ada yang bisa menerka kapan cinta memilih untuk memulih, tapi bukankah saat ia terasa kita selalu punya alasan untuk menjaga. Aku mengerti diammu pun selalu menyimpan arti. Aku juga pahami bila tiba saatnya aku tak akan gentar menyatakan hati. Kepadamu ku serahkan percaya. Meski ku tahu berisiko luka. Seperti apa yang orang-orang sebut.


-- C.Rahman (@caulrahmann)

Rabu, 09 April 2014

Bu.

Aku tak akan pernah bisa sekuat ini tanpa kau mengajarkan aku untuk tetap bertahan, bahkan saat aku masih  berbentuk daging mentah. Kau selalu memujakan doa-doa agar aku kuat. Agar aku tetap bisa melalui masa-masa dalam rahimmu. Setiap detik, menit, berganti kau selalu hati-hati menjaga aku agar bisa lahir ke bumi tanpa satu hal pun yang kurang. Kau jaga hatimu, kau jaga tangismu, kau jaga aku agar semuanya baik-baik saja. Kau selalu membisikan kata-kata sayangmu kepadaku. Bahasa yang mungkin hanya kita yang mengerti waktu itu. Kasih sayang yang tak pernah henti kau nyanyikan sepanjang aku masih menyatu di tubuhmu.

Kau bahkan tak peduli saat tubuhmu terlihat buncit dan gendut. Bagimu, kesehatanku dalam perutmu adalah hal yang tak bisa kau urutkan dengan apa pun. Aku adalah hal yang selalu kau jadikan urutan pertama. Semakin hari aku semakin tumbuh. Karena kasih sayangmu yang selalu utuh. Dari sebongkah daging, aku mulai tumbuh menjadi janin yang nakal. Menendang dan bergerak dalam perutmu. Tapi kau tetap saja tersenyum, menjaga aku agar tetap kuat. Agar aku bisa bertahan dan hadir ke bumi.

Pada harinya tiba, kau masih bisa tersenyum. Meski harus menahan sakit untuk memisahkan aku dari dalam rahimmu. Karena sudah waktunya aku hadir ke bumi. Kau menahan perihnya. Kau menahan pedihnya. Dan sekali lagi, masih bisa mendoakan aku agar aku kuat untuk bertahan. Tanpa kau pedulikan kau sedang mempertaruhkaan nyawamu. Kau tak peduli apa yang akan terjadi pada dirimu, yang kau inginkan, aku hadir dengan tangisku yang selalu kau doa-doakan.

Tapi aku bukan anak yang baik untukmu. Aku mulai menyusahkanmu sejak detik pertama lahir ke bumi. Dengan tangis yang membuat repot. Tak lama kemudian, kau akan disibukkan dengan mengurusi aku yang semakin merepotkanmu. Memandikanku. Memberiku makan. Menyusui. Dan begadang untuk menjagaku. Agar aku bisa tidur pulas. Agar aku tak digigit nyamuk. Kau melakukannya dengan sepenuh hati. Tanpa pernah berpikir apa aku akan membalas semua itu kelak.

Aku mulai tumbuh dan terus tumbuh. Cintamu yang utuh membuatku bisa menjadi anak yang memiliki segalanya. Aku bisa berjalan, berlari, bahkan tak jarang aku mulai telat pulang ke rumah. Aku keasyikan bermain dengan dunia yang ku dapat kemudian. Aku kadang melupakanmu, dunia yang menemaniku bahkan sebelum aku menemukan dunia ini.
Saat remaja, aku jatuh cinta pada perempuan lain. Perempuan yang akhirnya membuat hatiku berantakan. Perempuan yang ternyata tak pernah menguatkan. Dan bodohnya aku malah membiarkan air mata lelaki yang sedari dulu kau ajarkan tegar untuk terbuang sia-sia.

Bu, aku rindu pelukan perempuan sepertimu. Pelukan yang selalu menghangatkan. Pelukan tanpa alasan. Pelukan yang membuatku mengerti bahwa aku lelaki yang dicintai. Aku merindukan semua hal yang selalu kau hadirkan tanpa bayaran. Kasih yang begitu putih. Sayang yang bisa membuatku melayang. Dan cinta yang nyata.

Kau perempuan yang memungut sedihku karena dicampakkan. Kau perempuan yang menopangku untuk kembali berdiri karena dikhianati. Kau perempuan yang selalu mengajarkan aku tersenyum, saat kenyataan hatiku tak lagi baik untuk menerima kenyataan. Kau selalu mengajarkan aku untuk menjadi yang terbaik, meski yang kupersembahkan padamu tak selalu yang terbaik.

Tulisan ini mungkin tak berarti apa-apa. Cintamu terlalu panjang untuk kutuliskan hanya dengan beberapa paragraf di sini. Aku menuliskan ini, agar aku selalu ingat. Aku memilikimu yang kadang tanpa sengaja terlupakan. Terlalu banyak bahagia darimu, yang kubalas dengan kecewa.

Bu, aku mencintaimu lebih panjang dari tulisan ini. Aku ingin menjadi anak yang kelak bisa membuat bangga melahirkanku. Menjadi anak yang kuat seperti doa yang selalu kau pintakan. Terimakasih atas segalanya, bu, atas cinta yang tak pernah ada taranya.

Lelaki yang jatuh hati

Banyak yang tak percaya kalau aku benar-benar memiliki rasa padamu. Kata mereka, kamu hanya penasaran. Aku tak ingin membantah apa yang mereka katakan tentang apa yang aku rasakan. Toh yang tahu apa yang ada di dalam hatiku, hanyalah aku. Kalau tak benar-benar cinta, tak mungkinkan aku menunggumu selama ini?

Sudah hampir setahun aku tetap saja menjadikanmu perempuan nomor satu di hatiku. Perempuan yang tak pernah ku jauhkan dari hatiku. Meski aku tak selalu mendekatkan ragaku padamu. Sesekali aku pun merasa lelah saat harus bertahan untuk tetap mencintaimu. Sedangkan kau hanya terlihat biasa saja. Kau bahkan terlihat tak peduli dengan apa yang aku rasa. kau juga tak terlalu memperhatikan aku. Begitulah kelihatannya. Mungkin itu juga yang dikatakan teman-temanku, aku belum bisa mendapatkan hatimu. Aku hanya penasaran atas apa yang aku dapatkan darimu; atas perlakuanmu.

Jujur saja, aku tak pernah peduli apapun kata orang tentangku kepadamu. Begitu juga sebaliknya. Aku hanya lelaki yang jatuh hati kepadamu. Berharap suatu hari kau mengerti, bahwa lelaki yang jatuh hati ini sudah menunggumu untuk sekian lama. Lelaki ini sudah mencoba untuk mencintaimu sepenuh hatinya. Jika ada istilah pembuktian. Inilah yang aku lakukan untukmu.

Andai pun di ujung tahun penantianku kau tetap menjadi hati yang dingin. Kau tetap membiarkan aku yang mencintaimu tanpa pernah perduli dan membalas cinta. Aku akan bersungguh-sungguh, aku tak akan apa-apa. Meski aku sudah menduga rasanya akan begitu menyesakan dada. Tapi percayalah, aku tak akan menunggumu selama ini jika aku tak benar-benar cinta. Jika pun aku harus menerima pahitnya dari apa yang aku tunggu. Aku akan tetap bahagia. Setidaknya aku telah membuktikan padamu, ada lelaki yang bisa menungguimu selama itu. Lelaki yang jatuh hatinya. Lelaki yang jatuh cintanya kepadamu.

Aku hanya lelaki yang jatuh hati. Lelaki yang akan menunggumu untuk menerima hatiku. Bukan lelaki yang akan memaksamu untuk mencintaiku. Bukan lelaki yang penasaran atas pengabaianmu. Aku lelaki yang jatuh hati dengan sebenarnya.

Satu hal yang harus kau tahu; lelaki yang jatuh cinta, mencintai perempuan yang benar-benar ia cintai dengan caranya sendiri. Cara yang mungkin saja tak akan dimiliki lelaki lain. Karena saat jatuh cinta, lelaki akan membuatmu istimewa di matanya.


-- C.Rahman (@caulrahmann)

Minggu, 16 Maret 2014

Maret

Kau ingat? Ini Maret yang dulu pernah kita punya. Katamu, cinta itu lebih romantis di bulan ini. Hampir setiap saat kau katakan padaku, ‘ aku sayang kamu.’ . Aku bahagia. Sungguh, ini melebihi bahagia segala waktu yang pernah ada. Aku bisa merasakan segala getar yang kau hadirkan di dadaku. Saat kau jauh saja, misalnya. Aku hampir kehilangan warasku. Setiap detik ingatanku tertawan oleh namamu. Setiap saat rinduku memburu di mana raut wajahmu. Aku bagai orang gila yang mencari jalan pulang ke rumah ibunya. Aku bagaikan orang asing di negeri entah berantah. Mataku mencari sudut-sudut di mana kau bersembunyi. Ini Maret kita sayang, ucapmu menutup mataku. Dan kau tahu? Satu hal yang akhirnya membuatku merasa tak bisa lupa; tatap matamu di kala senja itu.

Setahun sudah berlalu, kenangan itu masih saja pulang. Membawa apa-apa yang telah kau buang. Sudah lelah aku berlari sejauh ini. Menghindari Maret. Dan kini ia datang lagi membawa semua yang pernah kau hadirkan dengan cinta, meski kini datang dengan lembaran siksa. Di dadaku ia mengiris seolah penuh dendam. Apa yang salah denganku selama ini? Aku telah berlari sejauh ini. Tapi Maret selalu datang memburuku. Kini ia menemukanku di hari-harinya. Sekejap saja ia menusuk dadaku hingga tertulang. Sakit!

Di Maret ini, ada ingatan yang terus ku hapus. Meski cinta itu tak pernah tandus. Selalu menumbuhkan benih-benih duka. Di dadaku ia bersemayam. Didadaku ia menjatuhkan apa-apa yang tak bisa lagi utuh. Bahkan saat aku menghindar darinya, ia masih saja bisa menemukanku. Menemukan aku dengan mata yang tak bisa menutupi bahwa masih ada cinta. Mata yang selama ini kubawa pergi, agar hati tak mati. Mata yang selama ini ku ajak berlari, agar hujan tak lagi membasahi pipi. Tapi ternyata Maret akan selalu tiba, entah
sampai kapan ia akan terus memburuku yang membawa pergi cinta.

Aku mungkin bisa membawa tubuh ini pergi menjauh. Meninggalkanmu. Belajar melupakanmu. Sekuat tenaga akan kucoba. Meski selalu saja ada yang membuatku tak berdaya. Karena sejauh apapun pergi, tak pernah menjamin kau tak akan lagi ditemui. Seperti hari ini, Maret ini menemuiku lagi, lengkap dengan bayanganmu setahun lalu. Lengkap dengan gema suara manjamu sejernih dulu. Dan lengkap jualah luka yang kembali mengalir di dadaku.


-- C.Rahman (@caulrahmann)

Sabtu, 15 Maret 2014

Pukul empat sore

Berulang kali kau menghadapkan wajahmu di mataku. Masih saja memperdengarkan suaramu di telingaku. Masih saja begitu tanpa pernah kau sadari aku berusaha membelah sepi. Ada beberapa kalimat yang ku redam, agar tak melompat dari bibirku. Ada setumpuk getar yang ku pendam agar tak merusuh di dada.

Aku masih bisa menemuimu setiap pukul empat sore. Meski sejak pukul tujuh pagi aku harus memilih wajah yang pas untuk menghadapimu. Aku memilah mana raut yang cocok untuk menatap matamu. Agar apa yang kusembunyikan tetaplah tersembunyi. Sesuatu yang kubiarkan membatu. Tanya yang untuk kesekian kalinya tetap tak bisa kujelaskan jawabnya.

Bagaimana mungkin aku menjelaskan kepadamu. Aku yang mengatakan pada dunia bahwa tak ada lagi harapan yang ku tanamkan atas namamu. Tapi pada kenyataan yang lain, ia tetap tumbuh di dadaku. Menjalar ke urat jantungku. Menusuk. Memedihkan.

Namun, demi nyamanya kamu dengan dunia kita. Agar kamu tetap bersedia bertemu denganku pukul empat sore. Aku membiarkan dadaku remuk di dalamnya. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya agar raut wajah yang kubawa adalah wajah yang tetap kau suka. Meski aku tahu, lama-lama rindu pun tak akan bisa ku simpan selalu. Mungkin benar, beberapa hal yang terasa memang harus tetap menjadi rahasia.


--- C.Rahman (@caulrahmann)